Sebut saja namaku Setio, usiaku 32
tahun, sudah empat tahun perkawinanku tapi seorang anak belum kami
dapatkan. Karena cintaku pada istriku, tidak ada niat untukku
berselingkuh, tapi sejak perkenalanku dengan wanita itu, aku tergoda
untuk selingkuh. Perkenalanku dengan wanita itu berawal 2 tahun yang
lalu, saat kakak istriku mau menikah, kami mengunjungi rumah calon
mempelai wanita untuk melamar, aku melihat seorang wanita berumur
kira-kira 40 tahunan yang kutahu dia adalah istri dari pamannya calon
pengantin wanita, dan kutahu kemudian namanya Tante Mona, karena kami
sama-sama panitia perkawinan iparku.
Awalnya kuanggap biasa perkenalan ini,
tetapi pada waktu hari perkawinan iparku, aku terpana melihat kecantikan
Tante Mona yang memakai baju kebaya bordiran, sehingga lekuk tubuh dan
bentuk payudaranya terbayang ditutupi kemben (pakaian kain Jawa) hitam
yang membuatku ingin sekali melirik kemana perginya Tante Mona dan
membayangkannya di saat Tante Mona telanjang.
Setelah acara pernikahan itu selesai,
otomatis kami jarang sekali bertemu, karena Tante Mona harus menemani
suaminya yang tugas di Surabaya. Hampir satu tahun lamanya aku ingin
melupakan dirinya, tetapi ketika iparku memiliki anak, aku bertemu lagi
dengan Tante Mona pada waktu menengok bayi. Saat itu Tante Mona
mengenakan baju dan jeans ketat, sehingga lekuk tubuhnya membayangi lagi
pikiranku yang terbawa hingga kutidur.
Sebulan kemudian, ketika acara syukuran bayi iparku, tante Mona datang dengan suaminya dan ibunya Tante Mona yang duduk di kursi roda akibat sakit stroke yang katanya sudah 4 tahun diderita. Dan dari iparku, kuketahui Tante Mona sekarang satu bulan di Jakarta untuk menjaga ibunya dan satu minggu menemani suaminya di Surabaya.
Sebulan kemudian, ketika acara syukuran bayi iparku, tante Mona datang dengan suaminya dan ibunya Tante Mona yang duduk di kursi roda akibat sakit stroke yang katanya sudah 4 tahun diderita. Dan dari iparku, kuketahui Tante Mona sekarang satu bulan di Jakarta untuk menjaga ibunya dan satu minggu menemani suaminya di Surabaya.
Seminggu setelah itu, temanku datang ke
rumah untuk menawarkan bisnis “MLM” berbasis food suplement yang dapat
membuat beberapa penyakit sembuh. Langsung pikiranku tertuju kepada
ibunya Tante Mona. Setelah dapat nomor telpon Tante Mona dari iparku,
aku langsung menghubunginya. Setelah obrolan kami, Tante Mona setuju
untuk mencobanya terlebih dahulu. Keesokan harinya, ketika aku mengantar
obat itu, aku berharap bisa ketemu Tante Mona, tapi karena ibunya
sedang anval, otomatis aku hanya bertemu pembantunya.
Satu minggu kemudian, tiba-tiba HP-ku
berdering, sebenarnya aku malas menerimanya karena nomor yang tertera
tidak kukenal, tapi dengan agak malas kuterima juga telpon itu yang
rupanya dari Tante Mona.”Dik.. Setio, ya..? Disini Tante Mona.”"Eh.. iya
Tante.. apa khabar..?”"Wah.., Dik.. tante senang loh kayaknya obat yang
adik kirim buat ibu bagus sekali, ibu sekarang sudah nggak pakai kursi
roda lagi.. kalau begitu tante pesan lagi yach..? Kapan bisa
kirim..?”"Selamet deh Tante… eng.. kalau begitu besok siang deh..
Tante.. saya kirim ke rumah..!”"Ya.. sudah.. sampai besok yach..!”
Keesokannya, pukul 11:00 aku ke rumah
Tante Mona. Ketika sampai, aku disuruh menunggu oleh pembantunya di
ruangan yang sepertinya ruang perpustakaan. Tidak lama kemudian Tante
Mona muncul dari pintu yang lain dari tempat kumasuk ruangan itu. Saat
itu Tante Mona mengenakan baju model jubah mandi yang panjang dengan
tali di pinggangnya, dan mempersilakan aku duduk di sofa yang dia pun
ikut duduk, sehingga kami berhadapan. Ketika dia duduk, satu kakinya
disilangkan ke kaki yang lain, sehingga betisnya yang bunting padi dan
putih bersih terlihat olehku, membuat pikiran kotorku kepada Tante Mona
muncul lagi.
Kami mengobrol panjang lebar, Tante Mona
menanyakan hal tentang perkawinanku yang sudah 4 tahun tetapi belum
dikaruniai keturunan, sedangkan dia menceritakan bahwa sebenarnya Tante
Mona menikah disaat suaminya telah mempunyai anak yang sekarang sudah
kuliah. Setelah hampir satu jam kami mengobrol, Tante Mona mengatakan
padaku bahwa ia senang kalau ibunya sudah agak membaik.”Oh.. ya berapa
nih harga obatnya..?”"Ah.. sudah Tante, nggak usah, gratis kok, tujuan
saya khan yang penting Ibu bisa baik.”"Ah.. nggak lah Dik, Tante ambil
dulu yach uangnya di kamar.”
Tante Mona berdiri dan masuk ke pintu
tempat tadi dia datang, tapi pintu itu dibiarkannya terbuka, sehingga
kulihat kalau kamar di sebelah ruang kududuk adalah kamar tidur Tante
Mona. Dari dalam dia teriak ke arahku menanyakan harganya sambil
memanggilku.”Dik.. Setio, berapa sih harganya..? Kamu sini deh..!”Dengan
agak ragu karena perasaanku tidak enak masuk kamar orang lain,
kuhampiri juga Tante Mona.
Begitu sampai di pintu, aku seperti
melihat suatu mukjizat, dan tiba-tiba perasaanku terhadap Tante Mona
yang pernah ada dalam pikiranku muncul. Tante Mona berdiri di samping
tempat tidurnya dengan jubah yang dipakainya telah tergeletak di bawah
kakinya. Aku melihat tanpa berkedip tubuh Tante Mona yang sedang berdiri
telanjang dada dan pangkal pahanya tertutup celana dalam berwarna pink
memperlihatkan sekumpulan bulu hitam di tengah-tengahnya.”Dik, kalau
kamu nggak mau dibayar sama uang, sama nafsu Tante Mona aja yach..? Kamu
mau khan..?”"E.. e.. eng.. bb… boleh deh Tante..!”
Tiba-tiba kali ini aku bisa melihat
Tante Mona yang setengah bugil dan memohon kepadaku untuk melayani
nafsunya, kuhampiri dia sambil menutup pintu. Bentuk tubuh Tante Mona
sungguh indah di mataku, kulitnya putih bersih, payudara yang berukuran
36B berdiri dengan tegaknya seakan menantangku, lekukan paha dan kaki
jenjangnya yang indah dan betisnya yang bunting padi, persis bentuk
tubuhnya penyanyi Jennifer Lopez. Aku seakan tidak bisa menelan ludahku
karena Tante Mona sekarang tepat berdiri di depanku.
“Dik.. Setio, layani Tante yach..!
Soalnya sudah dua bulan Tante tidak dijamah Om..”"Iya.. Tante, ta..
tapi.. kalau anak-anak Tante datang gimana..?”"Anak-anak kalau pulang
jam 5:00 sore, lagi itu kan anak-anaknya Om.”"Ok.. deh Tante, Tante tau
nggak, kalau hal ini sudah saya impikan sejak pernikahan Desi, soalnya
Tante seksi banget sih waktu itu.”"Sekarang.. sudah nggak seksi
dong..?”"Oh… masih.. apa lagi sekarang, Tante kelihatan lebih seksi.”
Bibir tipisnya mencium bibirku dengan
hangat, sesekali lidahnya dimainkan di mulutku, aku pun membalasnya
dengan lidahku. Tangan lembutnya mulai melepaskan dasi dan bajuku hingga
kami sudah telanjang bagian atasnya. Dada bidangku mulai diciumi dengan
nafsunya, sementara lehernya dan pundaknya kuciumi. Wangi tubuhnya
membuat nafsuku juga meningkat, sehingga batangku mulai mengeras
mendesak celana dalamku. Tangannya mengelus celanaku di bagian batangku
yang sudah mengeras, sedangkan aku mulai memainkan mulutku di
payudaranya yang terbungkus kulit putih bersih, putingnya yang putih
kemerahan sudah jadi bulan-bulanan lidah dan gigiku, kugigit dan
kusedot, sehingga Tante Mona mengelinjang dan makin keras tangannya
mencengkram batangku.
Celana panjangku mulai dibuka dengan
tangan kirinya, lalu celana dalamku ditarik turun sehingga batangku
sudah dipegang tangan halusnya dan mulai mengocok batangku.”Dik…
batangmu besar sekali yach..? Kalau punya Om paling setengahnya aja,
berapa sih besarnya..?”"Kalau panjangnya 20 cm, kalau diameternya 4
cm.”"Wah.. gede banget yach… pasti Tante puas deh.., boleh Tante isap
nggak..”Aku hanya mengangguk, Tante mona langsung jongkok di hadapanku,
batangku dipegangnya lalu dimainkan lidahnya pada kepala batangku,
membuatku agak gelisah keenakan. Batangku yang besar berusaha dimasukkan
ke dalam mulut mungilnya, tetapi tidak bisa, akhirnya kepala batangku
digigit mulut mungilnya.
Kira-kira 15 menit, dia berdiri setelah
kelelahan mengulum batangku, lalu dia merebahkan dirinya di sisi tempat
tidur. Kali ini aku yang jongkok tepat di sisi kedua kakinya, tangan
kananku melepaskan celana dalam pinknya, saat itu juga aroma wangi
langsung bertebaran di ruangan yang rupanya aroma itu adalah aroma dari
vagina Tante Mona yang bentuknya sangat indah ditutupi bulu-bulu halus
di sekitar liang vaginanya.”Ah.. Tante Mon.. vagina Tante harum sekali,
boleh saya jilatin..?”"Ah.. jangan Dik… kamu nggak jijik, soalnya si Om
nggak pernah menjilatinya.”"Wah.. payah si Om… vagina itu paling enak
kalau dijilatin, mau yach.. Tante… enak.. kok..!”"Iya deh… kalau kamu
nggak jijik.”
Paha putihnya sudah kuusap lembut dengan
tangan kiriku, sementara jari tengah tangan kananku mulai menjamah
liang vaginanya.Kulihat Tante Mona melirik ke arahku sambil berkata,
“Dik… jilatnya yang enak yah..!”Aku hanya mengangguk sambil mulai
kutempelkan lidahku pada liang vaginanya yang rupanya selain wangi
rasanya pun agak manis, membuatku semakin bernafsu untuk menjilatinya,
sementara kulirik Tante Mona sedang merasakan geli-geli keenakan.”Ah…
ah… ssh.. argh… iya.. yach.. Dik.. enak deh rasanya.. wah kalau gini..
besok-besok mainnya sama Dik Setio aja deh… sama Om… ntar-ntar deh..
abis… enak.. banget.. sih.. Dik Setio mau khan..? Ah.. argh..!”
Aku tidak menjawab karena lidahku sudah
menemukan biji klitoris yang rasanya lebih manis lagi dari liangnya,
sehingga makin cepat kujilati. Rasa manisnya seakan-akan tidak pernah
hilang. Tante Mona semakin menggelinjang tidak karuan, sementara
tangannya menekan kepalaku yang seakan dia tidak mau kalau kulepaskan
lidahku dari biji klitorisnya. Hampir 30 menit klitoris manis itu
kujilati ketika tiba-tiba tubuh Tante Mona mengejang-ngejang, dan dari
klitoris itu mengalir deras cairan putih bersih, kental dan rasanya
lebih manis dari biji klitoris, sehingga dengan cepat kutangkap dengan
lidahku, lalu kutelan cairan itu sampai habis. Tante Mona pun mendesah
dan langsung tubuhnya lemas.
“Argh.. argh… agh.. ssh… sshh.. eeegh..
eegh.. Dik.. Setio.. enak… buangget.. deh.. kamu.. pintar… membuat..
Tante.. keluar.. yang belum pernah Tante.. keluarin dengan cara begini…
kamu.. hebat deh, agh.. agh..!”Kuubah posisi Tante Mona, kali ini
kakinya terjuntai ke bawah, lalu kuposisikan batangku tepat di liang
kemaluannya yang masih agak basah. Dengan jariku, kurenggangkan liang
vaginanya, lalu dengan sedikit hentakan, batang kejantananku kudorong
masuk, tapi agaknya vagina itu masih agak sempit, mungkin karena
batangku yang besar. Kucoba lagi hingga 5 kali tapi belum bisa masuk.
“Tante… Vagina Tante.. sempit.. yach..
padahal saya sudah tekan berkali-kali..”"Iya.. dik… mungkin karena
belum pernah melahirkan.. yach.. tapi tekan.. aja terus… biar batang
adik.. masuk.. nggak apa-apa kok.. kalau sampai vagina saya
robek…”Kucoba lagi batangku kutekan ke dalam vagina Tante Mona. Akhirnya
setelah 15 kali, Tante Mona menjerit keenakan, masuklah batang
kejantananku yang super besar itu merobek liang kewanitaannya.
“Ooowww… argh.. argh.. gila… hegk..
hegk.. gede… banget.. sich.. Dik batangmu rasanya nembus ke perut Tante
nich… tapi.. enak.. banget dech.. trus.. Dik.. trus.. tekannya.. argh..
argh..!” desahnya tidak menentu.Kulihat Tante Mona berceracau sambil
dengan perutnya berusaha menahan batangku yang masuk lubang
kenikmatannya. Kutekan keluar masuk batangku pada vaginanya
berkali-kali, tangannya memegang perutku berusaha menahan tekanan
batangku pada vaginanya. Tanganku mulai meremas-remas payudaranya,
kupelintir putingnya dengan jariku.
Hampir satu jam Tante Mona melawan
permainanku. Tiba-tiba tubuh Tante mona menggelinjang dengan hebatnya,
kakinya disepak-sepak seperti pemain bola dan keluarlah cairan dari
vaginanya yang membasahi batangku yang masih terjepit di liang
senggamanya. Cairan itu terus mengalir, sehingga meluber keluar membuat
pahaku dan pahanya basah, tetapi aku belum merasakan apa-apa. Yang
kukagetkan adalah ketika kulirik cairan yang mambasahi paha kami ada
tetesan darahnya, aku berpikir bahwa selama ini Tante Mona pasti masih
perawan walau sudah berkali-kali main dengan suaminya.
Kulihat tubuh Tante langsung tergolek
loyo, “Argh.. arghh.. ssh.. aaawww.. oohhh.. Dik Setio… kamu.. e..
emang.. hebat..! Batangmu… yahud. Aku benar-benar puas.. aku.. sudah..
keluar. Besok.. besok.. aku hanya.. mau… memekku.. dihujam.. punyamu..
saja. Ah.. arghh.. ah.. ah.. ah.. ah..!”Badan Tante mona langsung
kuputar hingga kali ini dia tengkurap, pantatnya yang dibungkus kulitnya
yang putih bersih dengan bentuk yang padat dan sexy, membuat nafsuku
bertambah besar. Kuangkat sedikit pantatnya supaya agak menungging dan
terlihatlah vagina yang tersembunyi di balik badannya. Aku agak menunduk
sedikit, sehingga memudahkan lidahku memainkan liang kemaluannya untuk
menjilati sisa-sisa cairan yang baru saja dikeluarkan oleh Tante mona.
Cairan itu sangat manis rasanya sehingga langsung kuhisap habis.
Setelah cairan itu habis, kutempelkan
lagi batang keperkasaanku pada liang senggamanya. Karena tadi Tante mona
sudah orgasme, jadi liang kemaluannya sedikit lebih lebar dan
memudahkanku dalam menekan batang kejantananku untuk masuk ke lubangnya
Tante Mona.”Jleb… bless.. jleb… bless… ah… ah.. sedapnya.. memek…
Tante.. deh… ah..!”Aku memasukkan batang kejantananku ke liang Tante
Mona dengan berceracau, karena liang senggama Tante mona sangat sedap
sekali rasanya. Sementara kulihat Tante Mona tidak bersuara apa-apa,
karena dia sudah tertidur lemas. Batang kejantananku keluar masuk
liangnya dengan lembut, sehingga aku pun menikmatinya. Hal itu
berlangsung satu jam lamanya. Tiba-tiba Tante Mona terbangun dan dia
mengatakan bahwa dia mau mencapai orgasme yang kedua kalinya, dan
meneteslah cairan kental lagi dari liang kewanitaan Tante mona yang
membasahi batang kemaluanku.
“Agh.. agh.. aaawww.. arghh.. sshh..
Dik.. Se.. Setio ka.. kamu memang… he.. hebat..! Tante sampai dua..
kali.. keluar.., tapi… kamu.. masih tegar… argh.. sshhh..!”"Ah.. Tante…
saya juga sudah.. mau keluar… saya.. mau… keluarin.. di luar.. Tante…
agh..!”"Jangan.. Dik Setio… keluarin.. aja.. di dalam… memek.. Tante….
Tante… mau.. coba… air.. mani… Dik… Setio. Siapa tahu nanti.. Tante
bisa.. hamil.. Keluar di dalam… yach.. Dik..!”Tante Mona merengek
meminta untuk air maniku harus dikeluarkan di dalam vaginanya,
sebenarnya aku agak bingung atas permintaannya, tetapi setelah kupikir,
aku dan Tante menginginkan seorang keturunan. Akhirnya kulepas cairan
maniku ke liang senggamanya dengan sedikit pengharapan.
“Crot… crot.. serr.. serrr.. agh… aghr..
agh.. Tante… Tante mona… memek Tante memang.. luar biasa… argh..
argh..!”"Ahhh.. ahhh.. Dik… air mani.. kamu… hangat.. sekali.. ahhh…
Tante.. jadi segar.. rasanya..!”Cairanku dengan derasnya membasahi
lubang kemaluan Tante Mona, sehingga agak meluber dan rupanya Tante Mona
menyukai air maniku yang hangat. Akhirnya kami pun ambruk dan langsung
tertidur berpelukan.
Aku terbangun dari tidurku ketika
batangku sedang dihisap dan dijilat Tante mona untuk mengeringkan sisa
air maniku, jam pun sudah menunjukkan waktu 4:30. Aku berpikir bahwa
hampir 3 jam aku dan Tante mona berburu nafsu birahi.”Dik Setio, terima
kasih yach..! Tante Mona puasss deh sama permainan seks kamu… Kamu lebih
hebat dari suami saya. Kapan kita bisa main lagi..? Tante udah pingin
main lagi deh…”"Iya Tante, besok pun juga boleh. Habis saya juga puas.
Tante bisa mewujudkan mimpi saya selama ini, yaitu menikmati tubuh Tante
Mona dan Tante luar biasa melayani saya hampir tiga jam. Wahh, Tante
memang luar biasaa…”"Iya.., kamu pun hebat, Dik Setio. Saya suka sekali
ketika batangmu menghujam memek saya. Terlebih air mani kamu,
hangggattt.. sekali. Besok kita bisa main lagi khan..?”"Iya… sayangku.
Sekarang kita bersih-bersih, nanti anak dan suamimu datang..!”
Kukecup bibir Tante Mona yang setelah
itu kami membersihkan badan kami bersamaan. Di kamar mandi, Tante mona
sekali lagi kusodok liang senggamanya sewaktu bershower ria.Setelah itu,
hampir setiap hari aku bertemu Tante Mona untuk memburu nafsu birahi
lagi. Hingga sekarang sudah berlangsung 3 bulan lebih lamanya, dan yang
agak menyejukkan hati kami berdua bahwa sejak sebulan lalu, Tante mona
dinyatakan hamil.
0 komentar:
Posting Komentar