Berikut Cerita yang Berjudul "Cerita Dewasa Cicipi Memek Ibu Majikan Cantik"
Aku (Anis) 39 tahun. Satu Bulan terakhir ini, tiba-tiba aku teringat ketika aku baru saja selesai menamatkan pendidikanku di
SMA tahun 1984 pada salah satu ibu kota kecamatanku. Sebut saja
Kecamatan KH pada salah satu Kabupaten di Sulsel. Ketika itu aku
menghadapi permasalahan yang hampir sama dengan permasalahanku saat
ini yakni bentrok dengan keluarga. Hanya saja ketika itu, aku bentrok
dengan orang tuaku, sedang saat ini aku bentrok dengan istri.
*****
Ceritanya, hanya persoalan sepele yaitu orang tuaku menghendaki agar
aku tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, tapi aku tetap
ngotot untuk mendaftar pada salah satu perguruan tinggi di Makassar.
Karena tidak didukung orang tua, aku terpaksa meminjam uang dari
tetangga sebesar Rp.10.000, buat ongkos mobil ke Makassar dan sisanya
buat jajan. Karena aku tidak punya kenalan di Kota Makassar, maka aku
terpaksa bermalam di terminal bus sambil mencari kenalan agar aku bisa
mendapatkan kerja secepatnya. Kerja apa saja asal halal.
Setelah dua hari aku bergaul dengan orang-orang terminal, akhirnya
ketemu dengan seorang tukang batu yang waktu itu sedang merenovasi
tembok dan lantai tunggu para penumpang. Aku menawarkan diri menjadi
buruh pada tukang tersebut, dan setelah kuceritakan masalahku yang
sebenarnya, akhirnya ia menerima tawaranku itu. Aku ditawarkan gaji
Rp.2.000/hari tanpa ditanggung makan dan penginapan. Aku langsung
setuju saja, sebab jika tidak, aku akan mati kelaparan mengingat uang
jajanku telah habis. Namun aku minta agar gajiku dapat kuterima setiap
hari dan tukang itupun setuju. Setelah lima hari aku bekerja dengan
tekun dan bermalam bersama dengan sopir-sopir bus malam di terminal,
aku dikenalkan dengan seorang pengusaha beras yang kaya oleh salah
seorang sopir bus kenalan saya di terminal itu.
Malam itu aku diantar ke salah satu rumah besar yang beralamat di Jl.
SA. Aku gemetaran dan nampak kampungan ketika memasuki rumah yang
serba mewah itu. Kalau tidak salah, ada 7 buah mobil truk dan dua
mobil sedang serta 3 mobil kijang pick up di parkir di depannya.
Seorang pembantu laki-laki setengah baya mempersilakanku masuk duduk
di ruang tamu. Tidak lama kemudian seorang gadis entah pembantu atau
keluarga si pengusaha itu sedang membawa 3 cangkir kopi beserta kue
kering. Kue seperti itu rasanya seringkali saya makan di kampungku.
Setelah kami duduk kurang lebih 2 menit di ruang tamu, tiba-tiba:
"Iyana eddi muaseng elo makkulliah na de' gaga ongkosona? (Ini
orangnya yang kamu maksud mau kuliah tapi tidak punya biaya?)" tanya
seseorang yang baru saja keluar dari kamarnya dengan perawakan tinggi
besar, perut gendut dengan warna kulit agak hitam. Ia gunakan bahasa
Bugis mirip bahasa yang sehari-hari kugunakan di kampungku.
"Iye' puang. Iyana eddi utihirakki (Yah betul. Inilah orangnya yang saya antar)" jawab si sopir yang mengantarku itu.
Selama di rumah itu, kami bercakap dengan memakai bahasa daerah Bugis.
Namun, untuk memudahkan dan memperjelas kisahku ini, sebaiknya
kugunakan bahasa Indonesia saja tanpa mengurangi makna percakapan
kami, apalagi bahasa percakapan kami adalah campuran bahasa Indonesia
dan Bugis.
"Oh yah, masuk saja dulu makan nak, siapa tahu temanmu itu belum makan
malam" katanya pada si sopir itu sambil mempersilakan kami masuk ke
ruang dapur.
"Ayo Nis, kita sama-sama makan dulu baru ngobrol lagi" ajakan si sopir itu seolah ia sudah terbiasa di rumah itu.
"Yah.. Terima kasih Pak. Rasanya aku masih kenyang" kataku pura-pura
kenyang meskipun sebenarnya aku sangat lapar karena belum makan malam.
"Ayolah.. Masuklah.. Jangan malu-malu. Tidak ada siapa-siapa di rumah
ini. Biar sedikit saja di makan" kata sopir bersama dengan si pemilik
rumah itu sambil ia berdiri menuntunku masuk ke ruang makan. Ternyata
di atas meja telah tersedia makanan lengkap seolah meja itu tidak
pernah kosong dari makanan.
Setelah kami duduk di depan meja makan, aku menoleh kiri kanan dalam
ruangan itu dan sempat kulihat 3 orang perempuan di rumah itu. Seorang
di antaranya sedang cuci piring. Ia sudah cukup tua, yang jika
ditaksir usianya sekitar 50 tahun ke atas. Sedang yang satunya lagi
sedang berbaring di atas salah satu tempat tidur sambil membaca koran.
Bila ditaksir usianya antara 30 sampai 40 tahun. Namun seorang wanita
lagi sedang asyik nonton TV sambil bersandar pada rosban tempat
wanita berbaring sambil baca koran tadi. Ia nampak masih muda. Jika
ditaksir usianya sekitar 17 sampai 25 tahun. Nampaknya ia masih gadis.
Selama kami menyantap makanan di atas meja itu, kami tidak pernah
bicara sama sekali. Namun aku merasa diperhatikan sejak tadi oleh
wanita setenga baya yang sedang baca koran itu. Ia sesekali mengintip
aku sambil memegang korannya. Lebih aneh lagi, setiap kami beradu
pandangan, wanita itu melempar senyum manis. Aku sama sekali tidak
mengerti maksudnya, tapi aku tetap membalas dengan senyuman tanpa
diperhatikan oleh si sopir teman makanku itu. Kalau bukan karena si
sopir itu berhenti duluan makan, aku tidak bakal berhenti makan dan
aku semakin betah duduk berlama-lama di kursi makan itu berkat
lemparan senyum si wanita setengah baya itu.
Setelah kami duduk kembali bersama dengan si sopir itu di ruang tamu,
laki-laki berperawakan besar tadi kembali duduk di depanku dan
berkata,
"Kamu dari daerah mana dan dimana orang tuamu nak?" tanya laki-laki itu.
"Dari Bone Pak. Orang tuaku tinggal di kampung" jawabku.
"Kamu tinggal di Kota Bone atau desanya?" tanyanya lagi serius.
"Di kampung jauh dari kota Pak" jawabku lagi.
"Saya sudah dengar permasalahanmu dari sopir ini. Kalau kamu mau
tinggal sama kami, aku siap membiayai kuliahmu jika kamu lulus nanti"
"Terima kasih banyak Pak atas budi baik bapak. Aku bersyukur sekali bisa bertemu dengan bapak" kataku dengan penuh kesopanan.
"Kebetulan sekali kami juga asli Bugis tapi Bugis Sinjai. Bahkan istri pertamaku tinggal di Kota Sinjai" lanjutnya terus terang.
"Yah kalau begitu, aku sangat beruntung pergi ke Makassar ini," kataku.
Setelah kurang lebih 3 jam kami ngobrol, laki-laki itu menyuruh kami
masuk ke salah satu kamar depan untuk istirahat. Tapi si Sopir temanku
itu malah minta pamit dengan alasan pagi-pagi mau cari penumpang. Aku
mengerti dan laki-laki tadi yang belakangan kuketahui kalau ia adalah
majikanku dan kepala rumah tangga dalam keluarga itu, mengizinkan si
sopir tadi pulang ke terminal. Sebelum majikanku itu berangkat untuk
mengurus usahanya pada esok harinya, sambil menyantap hidangan pagi
bersama istrinya yang kemarin kulihat baca koran dan anak satu-satunya
di rumah itu yang kemarin nonton TV di ruang makan, ia memperkenalkan
seluruh anggota keluarga dan pembantunya di rumah itu, termasuk
sopirnya. Setelah itu ia tunjukkan kamar tidurku dan jelaskan kerjaku
sehari-hari di rumah itu. Aku diminta menjaga rumah dan membantu istri
keduanya ketika ia sedang pergi ke luar kota mengurus perusahaannya.
Aku senang sekali mendengar pekerjaan yang dibebankan padaku, apalagi
membantu istrinya yang kuyakini cukup ramah dan bijaksana. Sejak hari
pertama aku sudah cukup akrab dengan anggota keluarga di rumah itu dan
aku mengerjakan seluruh pekerjaan di rumah itu, termasuk mencuci,
memasak dan menyapu sebagaimana layaknya keluarga atau pembantu umum
di rumah itu. Sikap kami berjalan biasa-biasa saja tanpa ada keanehan
hingga hari kedua belas.
Namun pada hari ketiga belas, pikiranku mulai terganggu ketika majikan
laki-lakiku menyampaikan bahwa ia akan pergi ke Sinjai untuk membeli
gabah dan beras untuk beberapa hari. Aku yakin kalau pergaulanku
dengan istri keduanya itu bisa tambah dekat, sebab akhir-akhir ini
istrinya itu sering minta aku membersihkan tempat tidurnya dan
berpakaian yang sedikit kurang sopan di depanku saat suaminya keluar
rumah. Aku justru sangat gembira mendengarnya.
Setelah majikan laki-lakiku itu berangkat bersama sopir pribadinya
sekitar pukul 9.00 pagi, aku kembali melaksanakan tugas hari-hariku
seperti hari-hari sebelumnya yakni mencuci pakaian, piring dan menyapu
tempat tidur majikanku. Pembantu rumah itu sedang menyapu di halaman
belakang, sementara anak gadis satu-satunya itu sedang ke sekolah.
"Nis, bisa nggak kamu membantu aku seperti suamiku membantuku setiap
malam?" tanya istri keduanya itu ketika aku sedang membersihkan tempat
tidurnya. Aku sangat kaget dan bingung atas permintaannya itu. Aku
tidak segera menjawab karena aku tidak tahu maksudnya dengan jelas.
"Membantu bagaimana yang ibu maksud?" tanyaku penuh ketakutan.
"Memijit kepala dan punggungku sebelum aku tidur, karena mataku tak
bisa tertidur sebelum dipijit" katanya sambil sedikit senyum.
"Kalau soal pijit memijit, kurasa sangat mudah Bu'. Aku bisa, tapi..
Tapii aapa bapak tidak marah nanti kalai ia tahu Bu?" tanyaku
terbata-bata kalau-kalau ia hanya memancingku.
"Nggak bakal marah kok. Kan kamu sudah jadi kepercayaannya. Lagi pula
kamu diberi tugas menjaga aku selama ia belum pulang" katanya lagi.
Setelah kusetujui permintaannya, ia lalu keluar dan duduk baca koran
di ruang tamu, sedang aku ke halan depan untuk menyapu, lalu istirahat
di kamar tidurku.
Setelah makan malam, aku bersama pembantu nonton TV di ruang makan,
sedang ibu majikanku dan anak gadisnya nonton TV di kamarnya
masing-masing. Setelah siaran berita yang kami tonton habis, pembantu
itu pergi tidur di kamarnya yang berdekatan dengan ruang dapur.
Sedangkan anak gadis majikanku masih terlihat belajar di kamarnya
dengan pintu kamar yang terbuka lebar. Aku kembali teringat dengan
perintah ibu majikanku tadi pagi. Aku bertanya-tanya dalam hati kapan
perintah itu harus kulaksanakan, karena ibu tidak menjelaskan jam
berapa dan di mana. Di ruang makan, atau ruang tamu ata di kamar
tidurnya. Aku tunggu saja perintahnya lebih lanjut.
Setelah terdengar pintu kamar anak gadis majikanku itu tertutup dan
terkunci rapat sebagai tanda ia sudah mau tidur, maka terdengar pula
pintu kamar majikanku terbuka pertanda ia mau keluar dari kamarnya.
Aku pura-pura tidak memperhatikannya. Namun tiba-tiba ibu majikanku
itu duduk tidak jauh di sampingku sambil nonton TV bersamaku.
"Nis, sudah lupa yach permintaanku tadi pagi?" tanyanya setengah berbisik yang membuat aku kaget dan gemetar.
"Ti.. Tiidak Bu'. Mmaaf Bu', aku hampir lupa" jawabku ketakutan.
"Kalau begitu ayolah. Tunggu apa lagi. Khan sudah larut malam" ajaknya.
"Ta.. Tapi di mana Bu'?" tanyaku singkat.
"Tentu di kamarku donk. Tidak mungkin di sini atau di kamarmu" jawabnya.
Aku sebenarnya sangat takut kalau ada orang lain yang mencurigai aku.
Tapi karena ini adalah perintah majikan, lagi pula semua orang di
rumah itu pada tidur, maka apapun resikonya aku harus jalankan. Ibu
majikanku berjalan dengan pelan seolah takut pula diketahui orang lain
dan ia menuju kamar tidurnya, sementara aku ikut di belakangnya
dengan pelan dan hati-hati pula. Setelah masuk kamar, ia lalu menutup
dan mengunci pintunya dengan rapat. Lalu ia membuka daster yang
dipakainya dan terus telungkup tanpa memakai baju, melainkan hanya BH
dan celana tipis yang agak pendek di badannya.
"Ayo Nis, silakan dipijit kepala dan leherku bagian belakang lalu punggungku" pintanya seolah tak sabar menunggu lagi.
Aku segera duduk di pinggir tempat tidurnya, lalu secara pelan dan
hati-hati menyentuh kepalanya bagian belakang, terus turun ke leher
belakangnya. Setelah aku mencoba menekan dan mengeraskan sedikit
pijitanku, ibu majikanku itu tiba-tiba bersuara dengan nada sedikit
agak tinggi.
"Wah.. Kenapa tidak pakai minyak gosok Nis. Ambil di kolom rosban?"
"Yah.. Yah.. Maaf Bu'. Aku tidak melihatnya tadi" kataku dengan suara agak tinggi pula.
"Jangan terlalu besar suaranya Nis, nanti kedengaran orang" kata ibu.
Setelah ibu majikanku melarangku bersuara agak keras, ia lalu berbisik.
"Punggungku juga Nis, biar aku bisa tidur nyenyak".
Menyentuh kepala dan rambut serta lehernya saja, aku sudah cukup
terangsang dibuatnya. Apalagi memijit kulit punggugnya yang setengah
telanjang itu. Tapi karena itu adalah perintah majikan, maka aku
segera laksanakan.
Ketika aku menurunkan kedua tanganku dan menggosok-gosok punggungnya,
terasa hangat sekali. Kulit tubuhnya sangat putih dan halus. Sesekali
aku meletakkan tanganku di bawah ketiaknya dan di pinggir BH warna
abu-abu yang dikenakannya. Kedua tanganku semakin lengket dan lambat
gerakannya ketika ujung jariku sedikit menyelusup di balik pengikat BH
dan pinggir atas celananya. Bahkan sempat tanganku tidak bergerak
sejenak ketika konsentrasiku mulai mengarah ke balik pakaiannya itu.
"Nis, kenapa diam. Ada apa, sehingga kami tidak menggerakkan tanganmu
itu?" tanyanya sambil bergerak dan sedikit berbalik, sehingga aku
sempat melihat sebagian daging empuk yang ada di balik BH-nya itu.
"Ti.. Tidak apa-apa Bu'. Hanya takut?" jawabku dengan nafas terputus.
"Takut sama siapa? Khan tidak ada orang lain di sini. Capek yaah?"
Setelah berkata begitu, ibu majikanku tiba-tiba berbalik arah sehingga
ia telentang di depanku. Terpaksa kedua tanganku menyentuh tonjolan
BH-nya tanpa sengaja. Ia hanya sedikit tersenyum dan berkata,
"Tidak keberatan khan jika kamu juga mengurut perutku, biar tubuhku
lebih segar lagi. Ayolah Nis.." katanya sambil meraih kedua tanganku
dan meletakkannya di atas pusarnya.
Jantungku terasa hampir copot ketika ibu majikanku itu mengangkat
BH-nya sehingga bukit kembarnya nampak jelas menantang di bawah kedua
batang hidungku. Aku tak mampu bersuara dan mengatur nafas, bahkan aku
sedikit malu menatapnya, tapi,
"Jangan takut dan malu Nis. Ini adalah rezkimu, kesempatanmu dan kamu
pasti menginginkannya" katanya ketika aku mulai agak menghindar.
"Bba.. Bagaimana ini Bu'. Kek.. Kenapa bisa bbeggini?" tanyaku penuh ketakutan dan nafasku sulit lagi kuatur.
Sebagai laki-laki normal yang hanya pernah mendengar dalam cerita,
tentu aku tidak mampu menolak dan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Kenyataan inilah yang harus kualami, apalagi ini adalah perintah
majikan. Tanpa berpikir panjang lagi, aku segera menjatuhkan kedua
tanganku di atas bukit kembar itu.
Mula-mula hanya kusentuh, kuraba dan kuelus-elus saja, tapi lama
kelamaan aku mencoba memberanikan diri untuk memegang dan
menekan-nekannya. Ternyata nikmat juga rasanya menyentuh benda kenyal
dan hangat, apalagi milik majikanku. Ibu majikanku kelihatan juga
menikmatinya, terlihat dari nafasnya yang mulai pula tidak teratur.
Desiran mulutnya mulai kedengaran seolah tak mampu menyembunyikannya
di depanku.
"Auhh.. Terus Nis, nikmat sayang. Tekan, ayo.. Teruuss.. Aakhh.. Isap
Nis.. Jilat donk.." itulah erangan ibu majikanku sambil meraih
kepalaku dan membawanya ke payudaranya yang kenyal, empuk dan tidak
terlalu besar itu.
Aku tentu saja tidak menolaknya, bahkan sangat berkeinginan menikmati
pengalaman pertama dalam hidupku ini. Aku segera menjilat-jilat
putingnya, mengisap dan kadang sedikit menggigit sambil tetap
memegangnya dengan kedua tanganku. Aku tidak tahu kapan ia membuka
celananya, tapi yang jelas ketika aku sedikit melepas putingnya dari
mulutku dan mengangkat kepala, tiba-tiba kulihat seluruh tubuhnya
telanjang bulat tanpa sehelai benangpun di badannya.
"Ayo Nis, kamu tentu tahu apa yang harus kamu perbuat setelah aku
bugil begini. Yah khan?" pintanya sambil meraih kedua tanganku dan
membawanya ke selangkangannya.
Lagi-lagi aku tentu mengikuti kemauannya. Aku mengelus-elus bulu-bulu
yang tumbuh agak tipis di atas kedua bibir lubang kemaluannya yang
sedikit mulai basah itu. Aku rasanya tak ingin memindahkan mulutku
dari bukit kenyalnya itu, tapi karena ia menarik kepalaku turun ke
selangkangannya di mana tanganku bermain-main itu, maka aku dengan
senang hati menurutinya.
"Cium donk. Jilat sayang. Kamu nggak jijik khan?" tanyanya.
"Nggak Bu'" jawabku singkat, meskipun sebenarnya aku merasa sedikit
jijik karena belum pernah melakukan hal seperti itu, tapi aku pernah
dengar cerita dari temanku sewaktu di kampung bahwa orang Barat
kesukaannya menjilat dan mengisap cairan kemaluan wanita, sehingga
akupun ingin mencobanya. Ternyata benar, kemaluan wanita itu harum dan
semakin lama semakin merangsang. Entah perasaan itu juga bisa di
temukan pada wanita lain atau hanya pada ibu majikanku karena ia
merawat dan menyemprot farfum pada vaginanya.
Pinggul ibu majikanku semakin lama kujilat, semakin cepat goyangannya,
bahkan nafasnya semakin cepat keluarnya seolah ia dikejar hantu. Kali
ini aku berinisiatif sendiri menguak dengan lebar kedua pahanya, lalu
menatap sejenak bentuk kemaluannya yang mengkilap dan warnanya agak
kecoklatan yang di tengahnya tertancap segumpal kecil daging. Indah
dan mungil sekali. Aku coba memasukkan lidahku lebih dalam dan
menggerak-gerakkannya ke kiri dan ke kanan, lalu ke atas dan ke bawah.
Pinggul ibu majikanku itu semakin tinggi terangkat dan gerakannya
semakin cepat.
Aku tidak mampu lagi mengendalikan gejolak nafsuku. Ingin rasanya aku
segera menancapkan penisku yang mulai basah ke lubangnya yang sejak
tadi basah pula. Tapi ia belum memberi aba-aba sehingga aku terpaksa
menahan sampai ada sinyal dari dia.
"Berhenti sebentar Nis, akan kutunjukkan sesuatu" perintahnya sambil mendorong kepalaku.
Lalu ia tiba-tiba bangkit dari tidurnya sambil berpegangan pada leher
bajuku. Kami duduk berhadapan, lalu ia segera membuka kancing bajuku
satu persatu hingga ia lepaskan dari tubuhku. Ibu majikanku itu segera
merangkul punggungku dan menjilati seluruh tubuhku yang telanjang.
Dari dahi, pipi, hidung, mulut, leher dan perutku sampi ke pusarku, ia
menyerangnya dengan mulutnya secara bertubi-tubi sehingga membuatku
merasa geli dan semakin terangsang.
"Nis, aku sekalian buka semuanya yach," pintanya sambil melepaskan sarung dan celana dalamku.
Aku hanya mengangguk dan mebiarkannya menjamah seluruh tubuhku sesuai
keinginannya. Setelah aku bugil seperti dirinya, ia lalu meraih
tongkatku yang sejak tadi berdiri dengan kerasnya di depannya, lalu
dengan cepat memasukkan ke mulutnya. Sikap dan tindakan ibu majikanku
itu membuat aku melupakan segalanya, baik masalah keluargaku,
penderitaanku, tujuan utamaku maupun status dan hubunganku dengan
majikannya. Yang terpikir hanyalah bagaimana menikmati seluruh tubuh
ibu majikanku, termasuk menusuk lubang kemaluannya dengan tongkatku
yang sangat tegang itu.
"Bagaimana Nis,? Enak yach?" tanyanya ketika ia berhenti sejenak menjilat dan memompa tongkatku dengan mulutnya.
Lagi-lagi aku hanya mampu mengangguk untuk mengiyakan pertanyaannya.
Ia mengisap dan menggelomoh penisku dengan lahapnya bagaikan anjing
makan tulang.
"Aduhh.. Akhh.. Uuhh.." suara itulah yang mampu kukeluarkan dari mulutku sambil menjambak rambut kepalanya.
"Ayo Nis, cepat masukkan inimu ke lubangku, aku sudah tak mampu
menahan nafsuku lagi sayang," pintanya sambil menghempaskan tubuhnya
ke kasur dan tidur telentang sambil membuka lebar-lebar kedua pahanya
untuk memudahkan penisku masuk ke kemaluannya.
Aku tak berpikir apa-apa lagi dan tak mengambil tindakan lain kecuali
segera mengangkangi pinggulnya, lalu secara perlahan menusukkan ujung
kemaluanku ke lubang vaginya yang menganga lagi basah kuyup itu. Senti
demi senti tanpa sedikitpun kesulitan, penisku menyerobot masuk
hingga amblas seluruhnya ke lubang kenikmatan ibu majikanku itu.
Mula-mula aku gocok, tarik dan dorong keluar masuk secara pelan, namun
semakin lama semakin kupercepat gerakannya, sehingga menimbulkan
suara aneh seiring dengan gerakan pinggul kami yang seolah
bergerak/bergoyang seirama.
Plag.. Pligg.. Plogg, decak.. decikk.. decukk. Bunyi itulah yang
terdengar dari peraduan antara penisku dan lubang vagina ibu majikanku
yang diiringi dengan nafas kami yang terputus-putus, tidak teratur
dan seolah saling kejar di keheningan malam itu. Aku yakin tak
seorangpun mendengarnya karena semua orang di rumah itu pada tidur
nyenyak, apalagi kamar tempat kami bergulat sedikit berjauhan dengan
kamar lainnya, bahkan peristiwa itu terjadi sekitar pukul 11.00-12.00
malam.
"Bu', Bu', aku ma, mau.. Kk" belum aku selesai berbisik di telinganya,
ibu majikanku tiba-tiba tersentak sambil mendorongku, lalu berkata,
"Tunggu dulu. Tahan sebentar sayang" katanya sambil memutar tubuhku sehingga aku terpaksa berada di bawahnya.
Ternyata ia mau mengubah posisi dan mau mengangkangiku. Setelah ia
masukkan kembali penisku ke lubangnya, ia lalu lompat-lompat di atasku
sambil sesekali memutar gerakan pinggulnya ke kiri dan ke kanan.
Akibatnya suara aneh itu kembali mewarnai gerakan kami malam itu.
Decik.. Decakk.. Decukk.
Setelah beberapa menit kemudian ibu majikanku berada di atasku seperti
orang yang naik kuda, ia nampaknya kecapean sehingga seluruh badannya
menindih badanku dengan menjulurkan lidahnya masuk ke mulutku. Aku
kembali merasakan desakan cairan hangat dari batang kemaluanku seolah
mau keluar. Aku merangkul punggung ibu majikanku dengan erat sekali.
"Akk.. aakuu tak mampu menahan lagi Bu'. Aku keluarkan saja Bu' yah"
pintaku ketika cairan hangat itu terasa sudah diujung penisku dan
tiba-tiba ibu majikanku kembali tersentak dan segera menjatuhkan
badannya di sampingku sambil telentang, lalu meraih kemaluanku dan
menggocoknya dengan keras serta mengarahkannya ke atas payudaranya.
Cairan hangat yang sejak tadi mendesakku tiba-tiba muncrat ke atas
dada dan payudara ibu majikanku. Iapun seolah sangat menikmatinya.
Tarikan nafasnya terdengar panjang sekali dan ia seolah sangat lega.
Tindakan ibu majikanku tadi sungguh sangat terkontrol dan terencana.
Ia mampu menguasai nafsunya. Maklum ia sangat berpengalaman dalam
masalah sex. Terbukti ketika spermaku sudah sampai di ujung penisku,
ia seolah tahu dan langsung dicabutnya kemudian ditumpahkan pada
tubuhnya. Entah apa maksudnya, tapi kelihatannya ia cukup menikmati.
"Nis, anggaplah ini hadiah penyambutan dariku. Aku yakin kamu belum
pernah menerima hadiah seperti ini sebelumnya. Yah khan?" katanya
seolah sangat puas dan bahagia ketika kami saling berdamping dalam
posisi tidur telentang.
Setelah berkata demikian, ia lalu memelukku dan mengisap-isap bibirku, lalu berkata,
"Terima kasih yah Nis atas bantuanmu mau memijit tubuhku. Mulai malam
ini, Kamu kujadikan suami keduaku, tapi tugasmu hanya menyenangkan aku
ketika suamiku tidak ada di rumah. Mau khan?" katanya berbisik.
"Yah, Bu'. Malah aku senang dan berterima kasih pada ibu atas budi
baiknya mau menolongku. Terima kasih banyak juga Bu'" jawabku penuh
bahagia, bahkan rasanya aku mulai sedikit terangsang dibuatnya, tapi
aku malu mengatakannya pada ibu majikanku, kecuali jika ia memintanya.
Sejak saat itu, setiap majikan laki-lakiku bermalam di luar kota, aku
dan ibu majikanku seperti layaknya suami istri, meskipun hanya berlaku
antara jam 21.00 sampai 5.00 subuh saja. Sedang di luar waktu itu,
kami seolah mempunyai hubungan antara majikan dan buruh di rumah itu.
Aku sangat disayangi oleh seluruh anggota keluarga majikanku karena
aku rajin dan patuh terhadap segala perintah majikan, sehingga selain
aku diperlakukan layaknya anak atau keluarga dekat di rumah itu, juga
aku dibiayai dalam mengikuti pendidikan pada salah satu perguruan
tinggi swasta di kota Makassar, bahkan aku diberikan sebuah kendaraan
roda dua untuk urusan sehari-hariku. Sayang aku dikeluarkan dari
perguruan tinggi itu pada semester 3 disebabkan aku tidak lulus pada
beberapa mata kuliah akibat kemalasanku belajar dan masuk kuliah.
Karena aku sangat malu dan berat pada majikan laki-lakiku atas segala
pengorbanan yang diberikan padaku selama ini, terpaksa aku
meninggalkan rumah itu tanpa seizin mereka dan aku kembali ke kota
Bone untuk melanjutkan pendidikanku pada salah satu perguruan tinggi
yang ada di kotaku tersebut. Untung aku punya sedikit tabungan, karena
selama kurang lebih 2 tahun tinggal bersama majikanku, aku rajin
menabung setiap diberikan uang oleh majikanku.
Selama 4 tahun mengikuti kuliah di kotaku ini, akhirnya aku lulus
dengan predikat baik berkat ketekunan dan kerajinanku belajar. Sejak
aku selesaikan pendidikan tahun 1991 hingga tahun 1994, aku belum
pernah kembali ke kampung asliku dan berkumpul bersama keluarga karena
malu dan takut pada orangtua. Namun pada Sepetember 1995, pikiranku
mulai terpengaruh kembali oleh wanita, bahkan beberapa kali aku ingin
menikmati apa yang pernah kunikmati bersama dengan ibu majikanku dulu,
tapi aku takut resiko dan dosa.
Karena aku merasa sudah punya biaya dan matang untuk berumah tangga,
akhirnya kuputuskan untuk kembali kampung membicarakan dengan orang
tuaku. Orangtuaku sangat bangga dan bersyukur serta berterima kasih
atas keberhasilanku memperoleh sarjana sekaligus merestui niatku untuk
berumah tangga, bahkan menyerahkan penuh padaku untuk memilih
pasangan sendiri.
Tahun itupula aku kawin dengan pilihanku sendiri, biaya dan urusannya
tidak kubebankan orangtuaku. Sejak tahun itu sampai tahun ini,
hubunganku dengan istri berjalan harmonis, bahkan kami telah
dikaruniai 2 orang putra dan seorang putri.
Tapi gara-gara kehilangan pekerjaan, kami seringkali cekcok dan
bentrok dengan istri. Akhirnya kuputuskan meninggalkan rumah dan pergi
ke salah satu kota di Sulsel untuk mencari pekerjaan. Tiba-tiba aku
ketemu dengan teman kuliah yang sudah menjadi pengusaha besar dan
lagi-lagi pengusaha beras.
Anehnya lagi, temanku itu tinggal bersama istri keduanya, sebab istri
pertamanya tinggal di kota Bone. Tawaran temanku itu hampir sama
dengan tawaran majikanku dulu yakni menjaga keluarganya dan membantu
mengurus usahanya ketika ia ke luar kota. Pikiranku mulai aneh-aneh
dan ingin kembali mengulang sejarah masa lalu, apalagi istri temanku
itu belum dikarunia seorang anak dan ia cantik lagi ramah padaku.
2 komentar:
titan gel indonesia
agen resmititan gel indonesia
jual titan gel indonesia
agen obat titan gel
titan gel murah
titan gel original
agen resmi titan gel
apa itu titan gel
distributor titan gel asli
jual titan gel
manfaat titan gel
obat kuat penis
titan gel asli
titan gel
gel pembesar penis
This way my buddy Wesley Virgin's biography begins with this SHOCKING AND CONTROVERSIAL VIDEO.
You see, Wesley was in the military-and soon after leaving-he unveiled hidden, "self mind control" secrets that the CIA and others used to get everything they want.
THESE are the same secrets many famous people (especially those who "come out of nothing") and top business people used to become wealthy and successful.
You probably know how you only use 10% of your brain.
Mostly, that's because most of your brainpower is UNCONSCIOUS.
Maybe that conversation has even occurred INSIDE OF YOUR own mind... as it did in my good friend Wesley Virgin's mind seven years ago, while driving an unlicensed, beat-up trash bucket of a car without a license and $3 in his bank account.
"I'm very frustrated with living check to check! When will I become successful?"
You've taken part in those questions, right?
Your success story is going to start. You need to start believing in YOURSELF.
UNLOCK YOUR SECRET BRAINPOWER
Posting Komentar