Senin, 16 Juli 2012

Riska pakai tok mini

Riska adalah seorang gadis
pelajar kelas 3 di sebuah SMU
negeri terkemuka di kota YK. Gadis
yang berusia 17 tahun ini memiliki
tubuh yang sekal dan padat,
kulitnya kuning langsat. Rambutnya tergerai lurus sebahu,
wajahnya juga lumayan cantik. Dia adalah anak bungsu dari lima
bersaudara, ayahnya adalah
seorang pejabat yang kini bersama
ibunya tengah bertugas di
ibukota, sedang kakak-kakaknya
tinggal di berbagai kota di pulau jawa ini karena keperluan
pekerjaan atau kuliah. Maka
tinggallah Riska seorang diri di
rumah tersebut, terkadang dia
juga ditemani oleh sepupunya
yang mahasiswi dari sebuah universitas negeri ternama di kota
itu. Sebagai anak ABG yang mengikuti
trend masa kini, Riska sangat
gemar memakai pakaian yang serba
ketat termasuk juga seragam
sekolah yang dikenakannya
sehari-hari. Rok abu-abu yang tingginya beberapa senti di atas
lutut sudah cukup menyingkapkan
kedua pahanya yang putih mulus,
dan ukuran roknya yang ketat itu
juga memperlihatkan lekuk body
tubuhnya yang sekal menggairahkan. Penampilannya yang aduhai ini
tentu mengundang pikiran buruk
para laki-laki, dari yang sekedar
menikmati kemolekan tubuhnya
sampai yang berhasrat ingin
menggagahinya. Salah satunya adalah Parno, si tukang becak
yang mangkal di depan gang rumah
Riska. Parno, pria berusia 40
tahunan itu, memang seorang pria
yang berlibido tinggi, birahinya
sering naik tak terkendali apabila melihat gadis-gadis
cantik dan seksi melintas di
hadapannya. Sosok pribadi Riska memang cukup
supel dalam bergaul dan sedikit
genit termasuk kepada Parno yang
sering mengantarkan Riska dari
jalan besar menuju ke kediaman
Riska yang masuk ke dalam gang. Suatu sore, Riska pulang dari
sekolah. Seperti biasa Parno
mengantarnya dari jalan raya
menuju ke rumah. Sore itu suasana
agak mendung dan hujan rintik-
rintik, keadaan di sekitar juga sepi, maklumlah daerah itu berada
di pinggiran kota YK. Dan Parno
memutuskan saat inilah
kesempatan terbaiknya untuk
melampiaskan hasrat birahinya
kepada Riska. Ia telah mempersiapkan segalanya,
termasuk lokasi tempat dimana
Riska nanti akan dikerjai. Parno
sengaja mengambil jalan memutar
lewat jalan yang lebih sepi,
jalurnya agak jauh dari jalur yang dilewati sehari-hari karena
jalannya memutar melewati areal
pekuburan. “Lho koq lewat sini Pak ?”, tanya Riska.
“Di depan ada kawinan, jadi jalannya ditutup ”, bujuk Parno sambil terus mengayuh becaknya. Dengan sedikit kesal Riska pun
terpaksa mengikuti kemauan Parno
yang mulai mengayuh becaknya
agak cepat. Setelah sampai pada
lokasi yang telah direncanakan
Parno, yaitu di sebuah bangunan tua di tengah areal pekuburan,
tiba-tiba Parno membelokkan
becaknya masuk ke dalam gedung
tua itu. “Lho kenapa masuk sini Pak ?”, tanya Riska.
“Hujan.. ”, jawab Parno sambil menghentikan becaknya tepat di
tengah-tengah bangunan kuno
yang gelap dan sepi itu. Dan
memang hujan pun sudah turun
dengan derasnya. Bangunan tersebut adalah bekas
pabrik tebu yang dibangun pada
jaman belanda dan sekarang sudah
tidak dipakai lagi, paling-paling
sesekali dipakai untuk gudang
warga. Keadaan seperti ini membuat Riska menjadi semakin
panik, wajahnya mulai terlihat
was-was dan gelisah. “Tenang.. Tenang.. Kita santai dulu di sini, daripada basah-basahan
sama air hujan mending kita
basah-basahan keringat.. ”, ujar Parno sambil menyeringai turun
dari tempat kemudi becaknya dan
menghampiri Riska yang masih
duduk di dalam becak. Bagai tersambar petir Riskapun
kaget mendengar ucapan Parno
tadi. “A.. Apa maksudnya Pak ?”, tanya Riska sambil terbengong-bengong.
“Non cantik, kamu mau ini ?” Parno tiba-tiba menurunkan celana
komprangnya, mengeluarkan
penisnya yang telah mengeras dan
membesar. Riska terkejut setengah mati dan
tubuhnya seketika lemas ketika
melihat pemandangan yang belum
pernah dia lihat selama ini. “J.. Jaangan Pak.. Jangann.. ” pinta Riska dengan wajah yang memucat. Sejenak Parno menatap tubuh
Riska yang menggairahkan, dengan
posisinya yang duduk itu
tersingkaplah dari balik rok abu-
abu seragam SMU-nya kedua paha
Riska yang putih bersih itu. Kaos kaki putih setinggi betis
menambah keindahan kaki gadis
itu. Dan di bagian atasnya, kedua
buah dada ranum nampak menonjol
dari balik baju putih seragamnya
yang berukuran ketat. “Ampunn Pak.. Jangan Pak.. ”, Riska mulai menangis dalam posisi
duduknya sambil merapatkan
badan ke sandaran becak, seolah
ingin menjaga jarak dengan Parno
yang semakin mendekati tubuhnya. Tubuh Riska mulai menggigil namun
bukan karena dinginnya udara
saat itu, tetapi tatkala
dirasakannya sepasang tangan
yang kasar mulai menyentuh
pahanya. Tangannya secara refleks berusaha menampik tangan
Parno yang mulai menjamah paha
Riska, tapi percuma saja karena
kedua tangan Parno dengan
kuatnya memegang kedua paha
Riska. “Oohh.. Jangann.. Pak.. Tolongg.. Jangann.. ”, Riska meronta-ronta dengan menggerak-gerakkan kedua
kakinya. Akan tetapi Parno
malahan semakin menjadi-jadi,
dicengkeramnya erat-erat kedua
paha Riska itu sambil merapatkan
badannya ke tubuh Riska. Riska pun menjadi mati kutu
sementara isak tangisnya
menggema di dalam ruangan yang
mulai gelap dan sepi itu. Kedua
tangan kasar Parno mulai
bergerak mengurut kedua paha mulus itu hingga menyentuh
pangkal paha Riska. Tubuh Riska
menggeliat ketika tangan-tangan
Parno mulai menggerayangi bagian
pangkal paha Riska, dan wajah
Riska menyeringai ketika jari- jemari Parno mulai menyusup
masuk ke dalam celana dalamnya. “Iihh..”, pekikan Riska kembali menggema di ruangan itu di saat
jari Parno ada yang masuk ke
dalam liang vaginanya. Tubuh Riska menggeliat kencang di
saat jari itu mulai mengorek-
ngorek lubang kewanitaannya.
Desah nafas Parno semakin
kencang, dia nampak sangat
menikmati adegan ‘pembuka’ ini. Ditatapnya wajah Riska yang
megap-megap dengan tubuh yang
menggeliat-geliat akibat jari
tengah Parno yang menari-nari di
dalam lubang kemaluannya. “Cep.. Cep.. Cep..”, terdengar suara dari bagian selangkangan Riska.
Saat ini lubang kemaluan Riska
telah banjir oleh cairan
kemaluannya yang mengucur
membasahi selangkangan dan jari-
jari Parno. Puas dengan adegan ‘pembuka’ ini, Parno mencabut jarinya dari
lubang kemaluan Riska. Riska
nampak terengah-engah, air
matanya juga meleleh membasahi
pipinya. Parno kemudian menarik
tubuh Riska turun dari becak, gadis itu dipeluknya erat-erat,
kedua tangannya meremas-remas
pantat gadis itu yang sintal
sementara Riska hanya bisa
terdiam pasrah, detak jantungnya
terasa di sekujur tubuhnya yang gemetaran itu. Parno juga
menikmati wanginya tubuh Riska
sambil terus meremas remas pantat
gadis itu. Selanjutnya Parno mulai
menikmati bibir Riska yang tebal
dan sensual itu, dikulumnya bibir
itu dengan rakus bak seseorang
yang tengah kelaparan melahap
makanan. “Eemmgghh.. Mmpphh..”, Riska mendesah-desah di saat Parno
melumat bibirnya. Dikulum-kulum,
digigit-gigitnya bibir Riska oleh
gigi dan bibir Parno yang kasar
dan bau rokok itu. Ciuman Parno
pun bergeser ke bagian leher gadis itu.
“Oohh.. Eenngghh..”, Riska mengerang-ngerang di saat
lehernya dikecup dan dihisap-
hisap oleh Parno. Cengkeraman Parno di tubuh Riska
cukup kuat sehingga membuat
Riska sulit bernafas apalagi
bergerak, dan hal inilah yang
membuat Riska pasrah di hadapan
Parno yang tengah memperkosanya. Setelah puas, kini kedua tangan
kekar Parno meraih kepala Riska
dan menekan tubuh Riska ke bawah
sehingga posisinya berlutut di
hadapan tubuh Parno yang berdiri
tegak di hadapannya. Langsung saja oleh Parno kepala Riska
dihadapkan pada penisnya. “Ayo.. Jangan macam-macam non cantik.. Buka mulut kamu ”, bentak Parno sambil menjambak rambut
Riska. Takut pada bentakan Parno, Riska
tak bisa menolak permintaannya.
Sambil terisak-isak dia sedikit
demi sedikit membuka mulutnya
dan segera saja Parno mendorong
masuk penisnya ke dalam mulut Riska. “Hmmphh..”, Riska mendesah lagi ketika benda menjijikkan itu
masuk ke dalam mulutnya hingga
pipi Riska menggelembung karena
batang kemaluan Parno yang
menyumpalnya.
“Akhh..” sebaliknya Parno mengerang nikmat. Kepalanya
menengadah keatas merasakan
hangat dan lembutnya rongga
mulut Riska di sekujur batang
kemaluannya yang menyumpal di
mulut Riska. Riska menangis tak berdaya
menahan gejolak nafsu Parno.
Sementara kedua tangan Parno
yang masih mencengkeram erat
kepala Riska mulai menggerakkan
kepala Riska maju mundur, mengocok penisnya dengan mulut
Riska. Suara berdecak-decak dari
liur Riska terdengar jelas
diselingi batuk-batuk. Beberapa menit lamanya Parno
melakukan hal itu kepada Riska,
dia nampak benar-benar
menikmati. Tiba-tiba badan Parno
mengejang, kedua tangannya
menggerakkan kepala Riska semakin cepat sambil menjambak-
jambak rambut Riska. Wajah Parno
menyeringai, mulutnya menganga,
matanya terpejam erat dan.. “Aakkhh..”, Parno melengking, croot.. croott.. crroott.. Seiring dengan muncratnya cairan
putih kental dari kemaluan Parno
yang mengisi mulut Riska yang
terkejut menerima muntahan
cairan itu. Riska berusaha
melepaskan batang penis Parno dari dalam mulutnya namun sia-
sia, tangan Parno mencengkeram
kuat kepala Riska. Sebagian besar
sperma Parno berhasil masuk
memenuhi rongga mulut Riska dan
mengalir masuk ke tenggorokannya serta sebagian lagi meleleh
keluar dari sela-sela mulut Riska. “Ahh”, sambil mendesah lega, Parno mencabut batang kemaluannya
dari mulut Riska. Nampak batang penisnya basah
oleh cairan sperma yang bercampur
dengan air liur Riska. Demikian
pula halnya dengan mulut Riska
yang nampak basah oleh cairan
yang sama. Riska meski masih dalam posisi terpaku berlutut, namun
tubuhnya juga lemas dan shock
setelah diperlakukan Parno
seperti itu. “Sudah Pak.. Sudahh.. ” Riska menangis sesenggukan, terengah-
engah mencoba untuk ‘bernego’ dengan Parno yang sambil
mengatur nafas berdiri dengan
gagahnya di hadapan Riska. Nafsu birahi yang masih memuncak
dalam diri Parno membuat
tenaganya menjadi kuat berlipat-
lipat kali, apalagi dia telah
menenggak jamu super kuat demi
kelancaran hajatnya ini sebelumnya. Setelah berejakulasi
tadi, tak lama kemudian nafsunya
kembali bergejolak hingga batang
kemaluannya kembali mengacung
keras siap menerkam mangsa lagi. Parno kemudian memegang tubuh
Riska yang masih menangis
terisak-isak. Riska sadar akan
apa yang sebentar lagi terjadi
kepadanya yaitu sesuatu yang
lebih mengerikan. Badan Riska bergetar ketika Parno menidurkan
tubuh Riska di lantai gudang yang
kotor itu, Riska yang mentalnya
sudah jatuh seolah tersihir
mengikuti arahan Parno. Setelah Riska terbaring, Parno
menyingkapkan rok abu-abu
seragam SMU Riska hingga setinggi
pinggang. Kemudian dengan
gerakan perlahan, Parno
memerosotkan celana dalam putih yang masih menutupi selangkangan
Riska. Kedua mata Parno pun
melotot tajam ke arah kemaluan
Riska. Kemaluan yang merangsang,
ditumbuhi rambut yang tidak
begitu banyak tapi rapi menutupi bibir vaginanya, indah sekali. Parno langsung saja mengarahkan
batang penisnya ke bibir vagina
Riska. Riska menjerit ketika Parno
mulai menekan pinggulnya dengan
keras, batang penisnya yang
panjang dan besar masuk dengan paksa ke dalam liang vagina
Riska. “Aakkhh..”, Riska menjerit lagi, tubuhnya menggelepar mengejang
dan wajahnya meringis menahan
rasa pedih di selangkangannya. Kedua tangan Riska ditekannya di
atas kepala, sementara ia dengan
sekuat tenaga melesakkan batang
kemaluannya di vagina Riska
dengan kasar dan bersemangat. “Aaiihh..”, Riska melengking keras di saat dinding keperawanannya
berhasil ditembus oleh batang
penis Parno. Darah pun mengucur
dari sela-sela kemaluan Riska.
“Ohhss.. Hhsshh.. Hhmmh.. Eehhghh..” Parno mendesis nikmat. Setelah berhasil melesakkan
batang kemaluannya itu, Parno
langsung menggenjot tubuh Riska
dengan kasar. “Oohh.. Oogghh.. Oohh..”, Riska mengerang-ngerang kesakitan.
Tubuhnya terguncang-guncang
akibat gerakan Parno yang keras
dan kasar. Sementara Parno yang
tidak peduli terus menggenjot
Riska dengan bernafsu. Batang penisnya basah kuyup oleh cairan
vagina Riska yang mengalir deras
bercampur darah keperawanannya. Sekitar lima menit lamanya Parno
menggagahi Riska yang semakin
kepayahan itu, sepertinya Parno
sangat menikmati setiap hentakan
demi hentakan dalam menyetubuhi
Riska, sampai akhirnya di menit ke-delapan, tubuh Parno kembali
mengejang keras, urat-uratnya
menonjol keluar dari tubuhnya
yang hitam kekar itu dan Parno
pun berejakulasi. “Aahh..” Parno memekik panjang melampiaskan rasa puasnya yang
tiada tara dengan menumpahkan
seluruh spermanya di dalam
rongga kemaluan Riska yang
tengah menggelepar kepayahan
dan kehabisan tenaga karena tak sanggup lagi mengimbangi
gerakan-gerakan Parno. Dan akhirnya kedua tubuh itupun
kemudian jatuh lunglai di lantai
diiringi desahan nafas panjang
yang terdengar dari mulut Parno.
Parno puas sekali karena telah
berhasil melaksanakan hajatnya yaitu memperkosa gadis cantik
yang selama ini menghiasi
pandangannya dan menggoda
dirinya. Setelah rehat beberapa menit
tepatnya menjelang Isya,
akhirnya Parno dengan becaknya
kembali mengantarkan Riska yang
kondisinya sudah lemah pulang ke
rumahnya. Karena masih lemas dan akibat rasa sakit di
selangkangannya, Riska tak mampu
lagi berjalan normal hingga Parno
terpaksa menuntun gadis itu masuk
ke dalam rumahnya. Suasana di lingkungan rumah yang
sepi membuat Parno dengan
leluasa menuntun tubuh lemah
Riska hingga sampai ke teras
rumah dan kemudian
mendudukkannya di kursi teras. Setelah berbisik ke telinga Riska
bahwa dia berjanji akan datang
kembali untuk menikmati
tubuhnya yang molek itu, Parno
pun kemudian meninggalkan Riska
dengan mengayuh becaknya menghilang di kegelapan malam,
meninggalkan Riska yang masih
terduduk lemas di kursi teras
rumahnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More